Religion vs. Modern Science. Can They Marry One Another? (Bahasa Indonesia)
Revolusi
Seandainya seorang petani abad ke-10 tertidur, lalu bangun 500 tahun kemudian, di abad ke-15, dunia akan tetap akrab baginya. Benar, akan banyak perubahan politik dan perbatasan, tetapi cara hidup pada zaman itu tidaklah banyak berubah. Namun, jika petani yang sama jatuh ke dalam tidur yang serupa, dan terbangun lagi, oleh bunyi alarm iPhone abad ke-21, dia akan menemukan dirinya berada di dunia yang sangat berbeda, dan itu tidaklah mungkin terbayangkan baginya. Dia barangkali bersoal, apakah ini neraka atau surga?
Ya, sepanjang lima abad terakhir ini, kita mengalami perubahan yang luar biasa, hampir di setiap aspek kehidupan, sebagian besar dikaitkan dengan kekuatan sains. Beberapa sarjana, menjulukinya, Revolusi Ilmiah (The Scientifc Revolution).
Peristiwa ini merevolusi dalam cara seseorang hidup, berpikir, dan bahkan melihat dirinya sendiri. Tapi, ada satu aspek, yang paling banyak berkutat dengan revolusi ini: Agama. Revolusi ini, karena mengubah cara berpikir kita, menjadi begitu kontroversial, kebanyakan dengan agama. kita melihat banyak penemuan, yang bertentangan dengan apa yang Tuhan wahyukan kepada kita. Benar, di awal revolusi ini, pertarungan antara gereja dan sains begitu intens, dan menimpa banyak perselisihan dan argumen. Di negara religius seperti Indonesia, topik ini masihlah hangat. Bisakah agama hidup berdampingan dengan sains modern?
Sekularisasi
Sekularisasi adalah salah ciri terbesar kehidupan modern. Selama ribuan tahun sebelum revolusi, agama secara langsung ikut campur dalam urusan politik, ekonomi, dan pendidikan. akan tetapi sekarang, terutama tetapi tidak terbatas, orang-orang Barat, sudah memiliki jawaban mereka sendiri untuk pertanyaan tersebut. Mereka menegaskan bahwa agama tidak boleh ikut campur dalam urusan politik dan publik. Tiga prinsip kudus sekularisme adalah pemisahan, kebebasan, dan kesetaraan. Yang pertama, pemisahan, adalah bahwa agama boleh ikut campur dalam urusan politik dan publik, tetapi tidak diperkenankan untuk mendominasi. Kedua, kebebasan, bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk menjalankan keyakinannya sendiri tanpa merugikan orang lain. Ketiga, kesetaraan, bahwa memiliki suatu keyakinan agama ataupun tidak memiliki tak membuat kita berada dalam posisi diuntungkan atau dirugikan. tetapi, lebih jauh lagi tentang topik kita, jelas bagi mereka bahwa agama patut dipisahkan dari sebagian besar penelitian ilmiah.
Di sisi lain, sebagian orang, yang sebagian besar berasal dari fraksi agama konservatif, sayap kanan, masih bersikeras bahwa sains harus sejalan dengan agama, karena agama adalah kebenaran tertinggi. Meskipun demikian, pada kenyataannya, banyak ajaran agama yang bertolak belakang dengan penemuan ilmu pengetahuan terkini, atau setidaknya dalam arti harfiahnya. Beberapa di antaranya, dengan tololnya menentang penemuan dan teori ilmiah hanya berdasarkan akidahnya, dan tanpa bukti ilmiah yang memadai. Namun, tidak sedikit orang beragama yang menganggap bahwa sains dapat hidup berdampingan dengan agama, tanpa harus menyangkal penemuan-penemuan ilmiah belaka.
Perbandingan Singkat Asas Agama dan Sains Modern
Untuk menjawab pertanyaan diatas, pertama-tama mari kita telaah dan membandingkan prinsip ilmu pengetahuan modern, dengan landasan keyakinan beragama. "Sains bersifat empiris dan dapat diverifikasi, sedangkan agama, paling banter, bernilai sebagai pendukung emosional; di mana agama bersifat dogmatis, sains skeptis; dan sains bersifat objektif dan tak berpihak, sedangkan agama memiliki daya tarik subjektif" (Yearley 52).
Ilmu pengetahuan modern skeptis. tidak ada yang 100% benar dalam sains. setiap teori, dan pengajaran serta sains dapat ditantang, karena penemuan terbaru mungkin mengatakan sesuatu yang berbeda. Tetapi agama hanyalah didasarkan pada keyakinan dogmatis. itu didirikan atas dasar keyakinan bahwa adanya kebenaran mutlak. Kedua, sains bersifat empiris dan dapat diverifikasi. Ketika Anda mengatakan sesuatu, atas nama sains, Anda harus menjelaskan bukti Anda secara empiris dan ilmiah. Dan jika bukti Anda tidak cukup meyakinkan saya, saya dapat dengan bebas mempertanyakan dan tidak mempercayainya, tentu saja, dengan penalaran empiris juga. Ketiga, sains bersifat objektif, artinya dalam suatu serikat ilmiah telah ada batas-batas dan ukuran tertentu untuk sesuatu dapat dikatakan itu benar atau tidak. Lain halnya, dalam agama tidak ada yang seperti itu. Tidak ada penilaian yang disepakati untuk suatu agama benar atau salah di antara ummat Kristen, Islam, dan Hindu yang disepakati. Benar, ada beberapa ukuran tentang kebenaran sebuah keimanan. Tetapi itu hanya terbatas pada sekitar kelompok tertentu saja yang serupa.
Akibatnya, tidak dapat dipungkiri bahwa sains dan agama tidak dapat bersatu dalam metode dan prinsip mereka. jelas bahwa keduanya memiliki pondasi yang saling bertentangan.
Tidak mungkin untuk menyatukan keduanya.
Atau setidaknya, tampaknya tidak mungkin. hal tersebut tergantung pada perspektif siapa.
Sayap kiri
Bagi Almarhum Stephen Hawking, fisikawan Inggris yang masyhur itu, bahwa sains mampu menjelaskan apapun adalah bukti bahwa tuhan tidak ada. "Bagi saya ini berarti tidak adanya kemungkinan untuk adanya seorang pencipta, karena tidak ada waktu bagi seorang pencipta untuk pernah ada sebelum big bang", tulis beliau dalam buku terakhirnya,"Brief Answer for Big Questions”, tatkala menjawab pertanyaan "apa yang terjadi sebelum big bang?" (What happened before the big bang?)
Beliau menjelaskan bahwa sebelum terjadinya big bang alam semesta berada dalam suatu kondisi yang disebut The Singularity. alam semesta dipadatkan menjadi sebuah objek yang lebih kecil daripada atom. Yaitu ketika setiap hukum ilmiah, mulai dari hukum fisika, hingga hukum kimia, hari ini, yang kita ketahui, tidak ada sama sekali. bahkan waktu-pun belumlah ada. Karena waktu tidak ada, sehingga tidak ada kemungkinan sedikitpun bahwa ada sesuatu yang ada kontemporer dengan singularitas, bahkan seorang pencipta sekalipun.
Stephen Hawking berpendapat bahwa teori relativitas, dikombinasikan dengan fisika kuantum, teori ledakan besar, dan banyak teori lainnya, adalah cukup untuk menjelaskan bahwa big bang terjadi karena sebuah kebetulan.
Sayap kanan
Sebaliknya, bagi Pendeta Jim Martin, fakta bahwa sains bekerja adalah bukti keberadaan tuhan.
Rancangan Cerdas
Baginya, fakta bahwa sains adalah kerja adalah bukti dari tuhan itu sendiri. Sains bekerja dengan matematika, tetapi sebenarnya matematika itu sendiri adalah cabang independen dari ilmu pengetahuan alam dan empiris lainnya, dan realitas fisik lainnya. Matematika bisa ada secara mandiri atau bebas dari realitas fisik yang kita tinggali. Sama seperti fisika dan sains lainnya bisa ada tanpa mematuhi kaidah matematika. ya desain alam yang dapat dipahami, sehingga kita kaum homosapiens dapat memahami alam, adalah salah satu bukti pencipta yang cerdas.
Seandainya jika alam bekerja tanpa matematika, hal ini hampir mustahil bagi kita untuk memahami alam, padahal sebenarnya matematika merupakan bidang yang berdiri sendiri dari sains itu sendiri. namun, ini berarti bahwa ini adalah rancangan alam yang dapat diprediksi dan luar biasa.
Apakah Sains Bekerja?
Di sini, Jim menjelaskan pandangannya yang meyakinkan:
"Sangat jelas bahwa sains" bekerja ". Kami dapat menjelaskan dan memprediksi bagaimana alam akan berperilaku dalam rentang skala yang luar biasa."
"Ada berbagai batasan untuk pemahaman ilmiah, tetapi dalam batasan ini, sains membuat gambaran yang lengkap dan menarik."
"Kita tahu bahwa alam semesta diciptakan 13,7 miliar tahun yang lalu. Model " Big Bang " dari penciptaan universal membuat sejumlah prediksi yang sangat spesifik dan numerik yang diamati dan diukur dengan akurasi tinggi."
" Model Standar Fisika Partikel menggunakan sesuatu yang dikenal sebagai " Pemutusan Simetri Spontan " untuk menjelaskan kekuatan hukum alam."
"Dalam Model Standar, kekuatan hukum-hukum ini tidak dapat diprediksi. Saat ini teori terbaik kami saat ini adalah bahwa hukum muncul 'secara kebetulan'."
"Tapi kekuatan ini harus disetel dengan sangat baik agar kehidupan bisa ada. Bagaimana bisa?"
"Kekuatan tarikan gravitasi harus disetel untuk memastikan bahwa perluasan alam semesta tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat."
"Itu harus cukup kuat untuk memungkinkan bintang dan planet terbentuk tetapi tidak terlalu kuat, jika tidak bintang akan membakar bahan bakar nuklir mereka terlalu cepat."
"Ketidakseimbangan antara materi dan anti-materi di alam semesta awal harus disetel dengan baik hingga ketepatan 12 angka desimal untuk menciptakan massa yang cukup untuk membentuk bintang dan galaksi."
"Kekuatan interaksi yang kuat, lemah, dan elektromagnetik harus disetel dengan cermat untuk menciptakan proton dan neutron yang stabil."
"Mereka juga harus disetel dengan baik untuk memungkinkan inti kompleks disintesis dalam supernova."
"Akhirnya, massa elektron dan kekuatan interaksi elektromagnetik harus disetel untuk memberikan laju reaksi kimia yang memungkinkan kehidupan berkembang selama skala waktu Semesta."
"Bagi saya, penyetelan gaya tarik gravitasi dan interaksi elektromagnetik yang memungkinkan hukum alam untuk memungkinkan terbentuknya kehidupan terlalu canggih untuk menjadi sebuah kebetulan."
Kehidupan Cerdas
Lebih jauh, ia percaya bahwa keberadaan kehidupan berakal, atau kita, homo sapiens, hanya tersedia di bumi. Kita barulah berada di sini hanya dalam 0,005% dari umur bumi. Jika kita belum pernah melihat kehidupan cerdasl lain di sini, yakni di bumi, berarti baginya, kita adalah kehidupan berakal pertama di galaksi. Sehingga apa yang dikatakan alkitab adalah benar.
Baca artikelnya yang mencengangkan di sini, di mana dia menjelaskan lebih banyak tentang sains dan tuhan.
Kesimpulan: Pertarungan Seri
Menarik untuk dilihat, bahwa satu bukti dapat menyebabkan jawaban yang bertentangan. kedua sayap menggunakan keindahan serta bukti ilmiah untuk mendasari jawaban mereka, bahkan mereka menggunakan penalaran ilmiah yang sama untuk mendukung pandangan mereka. Saya pikir ini adalah bagian yang paling mengasyikkan dan luar biasa dari kisah ini. kisah agama dan sains.
Jadi, lalu, apa jawaban dari pertanyaan, "dapatkah agama dan sains modern hidup berdampingan?" pada dasarnya, ini tergantung pada pengamatan masing-masing. Belum ada cukup alasan dan bukti yang bisa mengukuhkan kemenangan pihak tertentu. Namun, Justru karena alasan inilah, yang membuat saya merasa bahwa pertanyaan ini menarik untuk dipelajari dan didiskusikan. Saya lebih memilih untuk tidak menjawab sendiri, karena tentu lebih asyik dong membahasnya bareng, sehingga saya senang mendengar jawabanmu. Apakah menurut Anda agama dan sains modern bisa menikah satu sama lain?
"Menarik untuk melihat, bahwa satu bukti dapat mengarah pada kesimpulan yang bertentangan satu sama lain."
Comments
Post a Comment